Keruk Nikel di Lahan Tanpa Ganti Rugi, Masyarakat Tiga Desa Blokade PT. TAS

Keruk Nikel di Lahan Tanpa Ganti Rugi, Masyarakat Tiga Desa Blokade PT. TAS
Keterangan foto : Keruk Nikel di Lahan Tanpa Ganti Rugi, Masyarakat Tiga Desa Blokade PT. TAS.(Foto Istimewa)

Keruk Nikel di Lahan Tanpa Ganti Rugi, Masyarakat Tiga Desa Blokade PT. TAS

MOROWALI, SUL-TENG  – Temporatur.com

warga dari Desa Buleleng, Torete, dan Laroenai yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tiga Desa menggelar aksi demonstrasi di depan kantor PT. Teknik Alum Service (TAS) pada Sabtu, 22 Februari 2025, kemarin

Adapun, Aksi ini merupakan respons atas berbagai keluhan masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Aksi dimulai sejak pukul 09.00 WITA dengan titik kumpul di lapangan depan Gedung Serba Guna Desa Torete.

Massa aksi yang terdiri dari berbagai serikat masyarakat membawa alat peraga berupa mobil sound, ban, spanduk, dan selebaran dalam menyuarakan tuntutan mereka.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan laporan langsung, kala aksi demontrasi dimulai pada pukul 10.00 WITA, menyebutkan, massa aksi mengawali aspirasinya dari Desa Buleleng dengan menggunakan empat mobil dan beberapa sepeda motor.

Dalam pergerakannya, massa menggelar orasi di Desa Torete, tepatnya di depan Gedung Serba Guna Kompleks Pasar, sebelum bergerak menuju Jalan Hauling PT. TAS di Desa Torete Dusun II dan memblokade jalan.

Keterangan foto : Keruk Nikel di Lahan Tanpa Ganti Rugi, Masyarakat Tiga Desa Blokade PT. TAS
Keterangan foto : Keruk Nikel di Lahan Tanpa Ganti Rugi, Masyarakat Tiga Desa Blokade PT. TAS

Situasi aksi semakin memanas ketika massa tiba di kantor pusat PT. TAS di Desa Buleleng.

Aparat keamanan dari kepolisian dan TNI bersenjata lengkap tampak berjaga di sekitar lokasi untuk mengantisipasi kemungkinan kericuhan.

Barikade polisi dan pasukan TNI bersenjata menambah ketegangan di tengah orasi-orasi tajam yang disuarakan oleh para demonstran.

Salah satu orator massa aksi dengan lantang menyampaikan, “Apa yang terjadi dengan perusahaan yang telah menambang dan masuk di tiga desa ini? Di Torete, Buleleng, dan Laroenai, harga tanah lebih mahal daripada nasi kuning. Kalau dengan harga Rp10.000, kami bisa membeli kantor PT. TAS beserta tanahnya!”

Massa aksi terus melanjutkan protes dengan memblokade jalan hauling yang melintasi tanah masyarakat, serta menutup akses Jety PT. TAS di Desa Buleleng. Aksi blokade ini menjadi simbol protes keras warga terhadap tindakan perusahaan yang dianggap telah merugikan hak-hak masyarakat setempat.

Adapun isu sentral yang diusung oleh aliansi masyarakat ini antara lain mendesak pihak manajemen PT. TAS untuk segera melakukan sosialisasi AMDAL, adendum kontrak, sewa pakai lahan, dan harga lahan tanam tumbuh di Desa Buleleng dan Torete.

Mereka juga menuntut pertanggungjawaban perusahaan atas dugaan penyerobotan lahan masyarakat serta pelanggaran aturan ketenagakerjaan sesuai PP Nomor 13 Tahun 2003.

“Kami hanya meminta hak-hak kami sebagai masyarakat untuk dihormati. PT. TAS harus bertanggung jawab atas segala dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas mereka,” ujar Arlan, S.T., Jenderal Lapangan aksi tersebut.

Warga pemilik lahan di tiga desa, yaitu Desa Buleleng, Torete dan Laroenae Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali sedang menuju lokasi PT Tehnik Alum Servis (TAS) untuk menblokade jalan perusahaan.

Tindakan warga menuntut ganti rugi lahan dengan TAS. Ketiga warga desa selama inu lahannya sudah dieksploitasi ore sebagai bahan nikel. Karena tak ada ganti rugi warga tiga desa sepakat memblokade jalan menuju perusahaan itu.

Aksi ini diharapkan berjalan damai dan tertib, dengan harapan agar pimpinan PT. TAS hadir secara langsung dan memberikan klarifikasi terbuka kepada masyarakat atas masalah yang terjadi

Demikian tegas Agus Salim SH, advokat rakyat Sulteng menjelaskan pada media Sabtu 22 Februari 2025. Yang mendampingi warga adalah Serikat Hijau Indonesia (SHI), Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP), dan Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (AGRA) bersatu mendampingi masyarakat.

‘’Kehadiran kami di sini bukan sekadar formalitas. Kami datang untuk memastikan hak-hak masyarakat dari tiga desa ini terlindungi dan mendapatkan keadilan yang sepatutnya,” tegas Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu.

Agusalim, yang juga aktif di Confederation of Lawyer Asia Pacific (COLAP), mengungkapkan bahwa banyak kasus agraria di Morowali dan Morowali Utara yang telah memasuki ranah pengadilan dengan hasil yang berpihak pada rakyat.

“Perjuangan hukum advokasi petani tidak pernah sia-sia. Kami akan terus berada di garda terdepan untuk memastikan keadilan bagi masyarakat,” tambahnya penuh semangat. **

(Niko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *