Gus Miftah Perdana Berikan Arahan sebagai Utusan Khusus Presiden
Gus Miftah untuk pertama kalinya tampil dalam kapasitas resmi sebagai Utusan Khusus Presiden (UKP).
Dalam forum yang dihadiri oleh para pejabat, ia menunjukkan sikap santai sambil membahas isu-isu terkait kerukunan beragama, diselingi dengan elemen humor yang berhasil menciptakan atmosfer yang menyenangkan di antara peserta.
Miftah Maulana Habiburrahman, nama lengkapnya, dilantik sebagai UKP oleh Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 22 Oktober lalu.
Jabatan resminya adalah Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan Konsolidasi Nasional Program Kerja Kerukunan Umat Beragama 2024 di Kementerian Agama pada Rabu (6/11), Gus Miftah mengemukakan, “Ini adalah acara perdana saya sebagai Utusan Khusus Presiden, sehingga diperlukan penyesuaian terhadap peran ini.” Jakarta
Ia kemudian melontarkan candaan mengenai amplop yang diterimanya, mengungkapkan bahwa amplop yang ia terima kini serupa dengan yang diterima oleh Menteri, yang langsung disambut dengan tawa dari para peserta diskusi.
Elemen humor ini menunjukkan penggunaan strategi komunikasi yang efektif untuk membangun kedekatan dengan audiens.
Dalam pernyataan yang lebih reflektif, Gus Miftah menyampaikan bahwa menciptakan kerukunan antar umat beragama seringkali lebih mudah dibandingkan membangun harmonisasi di antara individu dalam satu agama.
Ia memberikan contoh perbedaan praktik antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam pengurusan jenazah, di mana NU mengumandangkan azan untuk jenazah, sedangkan Muhammadiyah tidak melakukannya dengan alasan bahwa jenazah akan “bangun kembali.”
” Ada orang Kemenag, sudah ada azan Subuh tetapi tidak bangun-bangun,” ujarnya, kembali memicu gelak tawa hadirin.
Contoh ini mencerminkan kompleksitas dalam interaksi sosial antar kelompok keagamaan yang berbeda.
Setelah itu, Gus Miftah menyampaikan pandangannya dengan lebih serius, menekankan beberapa pesan strategis dari Presiden Prabowo terkait kerukunan sosial di Indonesia.
Ia menyebutkan bahwa urusan kerukunan merupakan bagian integral dari Asta Cita Presiden Prabowo, yang pada Asta Cita kedelapan menjelaskan tentang pentingnya memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antar umat beragama demi mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
” Jadi, kerukunan ini merupakan aspek fundamental. Ketika dipanggil (Presiden Prabowo), saya diminta untuk merumuskan kebijakan strategis dalam kerukunan umat beragama,” jelasnya.
Kegiatan Konsolidasi Nasional ini diharapkan dapat berfungsi sebagai momentum penting untuk memperkuat kerukunan dan toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Melalui pemahaman dan implementasi arahan yang disampaikan oleh Gus Miftah, diharapkan masyarakat Indonesia dapat mengembangkan kehidupan yang harmonis serta saling menghormati perbedaan sebagai bagian dari masyarakat yang pluralistik.**
(SS/Red)