Kasus Limbah Elektronik PT Esun Naik ke Tahap Penyidikan, DPR Minta KLHK Tegas

Kasus Limbah Elektronik PT Esun Naik ke Tahap Penyidikan, DPR Minta KLHK Tegas
Foto Istimewa

Kasus Limbah Elektronik PT Esun Naik ke Tahap Penyidikan, DPR Minta KLHK Tegas

Jakarta – Temporatur.com

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) resmi memulai penyidikan atas dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT Esun International Utama Indonesia di Kawasan Industri Horizon, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Langkah hukum ini ditandai dengan diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor 24.I.4/PPNS/GKMB/X/2025, yang dikeluarkan oleh Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup KLHK, Brigjen Pol. Frans Tjahyono, S.I.K., M.H.

Bacaan Lainnya

SPDP tersebut secara resmi menandai dimulainya proses hukum terhadap dugaan pemasukan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) tanpa izin ke wilayah Indonesia oleh PT Esun. Dugaan tersebut muncul setelah ditemukan ribuan kontainer berisi limbah elektronik (e-waste) impor yang diduga masuk ke Batam melalui Pelabuhan Batu Ampar sejak awal tahun 2025.

DPR Soroti Dugaan Impor Ilegal Limbah B3

Komisi XII DPR RI menyoroti praktik impor tersebut dan meminta KLHK bertindak tegas. Wakil Ketua Komisi XII, Dony Maryadi, menyatakan bahwa aktivitas impor limbah elektronik tanpa izin resmi merupakan pelanggaran serius terhadap Peraturan Menteri LHK Nomor P.10/MENLHK/SETJEN/PLB.3/2020 tentang Pengelolaan Limbah B3.

“PT Esun ini melakukan impor limbah elektronik dan hingga kini belum memiliki izin tetap. Berdasarkan data, hampir seribu kontainer lebih sudah masuk selama sembilan bulan terakhir,” ujar Dony Maryadi saat kunjungan kerja Komisi XII di Batam, Rabu (29/10/2025) dikutip dari emedia.dpr.go.id.

Menurut Dony, dalih perusahaan bahwa Batam merupakan kawasan perdagangan bebas (free trade zone) tidak dapat dijadikan pembenaran hukum untuk memasukkan limbah berbahaya tanpa izin lingkungan yang sah.

“Mereka mengatakan bahwa karena Batam daerah free trade, barang boleh keluar masuk. Tapi ini butuh dasar hukum yang jelas. Kami minta persoalan ini dibawa ke Panja Lingkungan Hidup untuk dibahas lebih dalam,” tegasnya.

Legislator Fraksi PDIP itu menegaskan, bila ditemukan unsur pidana, proses hukum harus ditegakkan tanpa kompromi.

“Kalau memang ada pelanggaran, harus diproses secara hukum. Kita akan kawal sampai tuntas,” imbuhnya.

KLHK Diminta Transparan dan Tegas

Komisi XII juga meminta KLHK melalui Direktorat Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup memberikan penjelasan menyeluruh tentang izin, pengawasan, serta tindak lanjut terhadap dugaan impor limbah B3 di Batam.

Data dari BP Batam menunjukkan, total volume kontainer yang masuk ke kawasan tersebut pada semester I 2025 mencapai lebih dari 590 ribu TEUs, namun pengawasan terhadap barang berisiko tinggi seperti limbah elektronik masih menghadapi kendala koordinasi lintas instansi.

“Kami ingin memastikan Batam tetap tumbuh sebagai kawasan industri yang berdaya saing, tapi juga berwawasan lingkungan dan tidak menjadi tempat pembuangan limbah dunia,” tutup Dony.

Rapat Tertutup Komisi XII dan PT Esun Disorot Publik

Sementara itu, rapat antara Komisi XII DPR RI dan manajemen PT Esun di Hotel Marriott, Harbour Bay Batam, yang digelar secara tertutup pada hari yang sama, menuai sorotan publik.

Sejumlah media lokal seperti Terasbatam.id dan Swarakepri.com melaporkan bahwa rapat tersebut dijaga ketat, dan wartawan dilarang meliput.

Beberapa pengamat lingkungan menilai pertemuan tertutup itu mengundang tanda tanya karena membahas isu sensitif terkait dugaan impor limbah B3, namun tidak dilakukan secara terbuka.

“Ketika rapat pengawasan lingkungan dilakukan secara tertutup, ada risiko berkurangnya transparansi publik, padahal ini menyangkut kepentingan ekologis nasional,” ujar seorang pemerhati lingkungan dari Batam Environmental Watch, dikutip dari Teras Batam.

Laporan Tempo: 300 Kontainer Limbah Elektronik Banjiri Batam

Sebelumnya, Tempo.co mengungkap bahwa lebih dari 300 kontainer berisi limbah elektronik impor telah membanjiri Batam sejak awal 2025. Limbah tersebut berasal dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Hong Kong.

Dalam laporannya, disebutkan bahwa sebagian besar limbah tersebut tidak memiliki izin impor dan bahkan tidak masuk dalam sistem pengawasan dokumen HS Code, yang seharusnya menjadi instrumen utama pengendalian impor.

Temuan itu memperkuat dasar penyidikan KLHK terhadap dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang kini menjerat PT Esun.

Tahap Penyidikan Jadi Titik Balik

Dengan keluarnya SPDP dari KLHK, kasus ini kini resmi naik ke tahap penyidikan, menandai komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum lingkungan.

Penyidik KLHK bersama aparat penegak hukum lintas instansi tengah mengumpulkan alat bukti, termasuk dokumen ekspor-impor, izin pengelolaan limbah, serta hasil uji laboratorium terhadap sampel e-waste yang disita.

Jika terbukti bersalah, PT Esun dapat dijerat Pasal 104 jo. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

(Tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *